Makalah dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara :
Makalah dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara |
Makalah dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara :
Makalah dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara : Assalamua'laikum... Salam nakama! Pada kesempatan kali ini, ar-sembilan akan menshare tugas AGAMA 6 : Studi Islam Asia Tenggara mengenai Makalah dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara.
BAB I
PENDAHULUAN
Kawasan
Asia Tenggara terdiri dari Negara-negara dengan pemeluk agamanya yang beragam.
Untuk meneliti dinamika perkembangan pendidikan Islam, diambil sampel Negara –
Negara mayoritas dengan penduduknya Islam, diambil sampel Negara-negara
mayoritas dengan penduduknya bergama Islam dan Negara-negara dengan agama Islam
yang minoritas. Negara-negara dengan pemeluk agama Islam yang mayoritas adalah
Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam sedangkan Negara-neara dengan
pemeluk agama Islam yang minoritas adalah Thailand, SIngapura, dan Pilipina.
Perkembangan pendidikan islam di
Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan
secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang
sudah terhitung modern. Lembaga pendidikan islam telah memainkan fungsi dan
perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya.Perkembangan
lembaga-lembaga pendidikan tersebut telah menarik perhatian para ahli baik dari
dalam maupun luar negeri untuk melakukan studi ilmiah secara komprehensif. Kini
sudah banyak hasil karya penelitian para ahli yang menginformasikan tentang
pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan islam tersebut.
Tujuannya selain untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa
keislaman juga sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi para pengelola
pendidikan islam pada masa-masa berikutnya.
Untuk melakukan
analisis ini dilaksanakan beberapa langkah, yaitu lewat studi perpustakaan
termasuk di dalamnya studi dokumen, lewat studi dokumen ditemukan informasi
tentang dinamika pendidikan Islam yang dikonsentrasikan pada lima masalah pokok
yang telah disebutkan terdahulu. Studi keperpustakaan ini akan memberi gambaran
awal tentang pendidikan Islam di kawasan ini. Selanjutnya dilakukan studi
lapangan untuk melihat dinamika pendidikan Islam dari tradisional ke modern.
Dengan demikian, maka di tiap-tiap Negara tidak perlu lepas pengamatan dan
analisis tentang adanya dua bentuk lembaga pendidikan Islam sampai hari ini
yakni lembaga pendidikan tradisional dan lembaga pendidikan modern.
BAB
II
ISI
A . Pendidikan
Islam di Indonesia
1. Pendidikan
Zaman Kerajaan Islam
Dikatakan
Ibn Batutah dalam bukunya Rihlah Ibn
Batutah bahwa ketika ia berkunjung ke Samudra Pasai pada tahun 1354 ia
mengikuti raja setelah shalat jum’at sampai waktu ashar. Dengan hal tersebut ia
mengira bahwa pada saat itu Samudra Pasai sudah merupakan pusat agama islam dan
tempat berkumpul para ulama dari berbagai Negara Islam untuk berdiskusi tentang
masalah keagamaan dan keduniawian sekaligus.[1]
Dengan
demikian, Samudra Pasai merupakan tempat studi islam yang paling tua yang
dilakukan oleh sebuah kerajaan. Sementaraa itu, untuk luar kerajaan , ajaran
islam diduga sudah dilakukan di koloni-koloni tempat para pedagang di
pelabuhan. Proses ajaran islam di kalangan Kerajaan diduga dilakukan di mesjid
kerajaan bagi anak-anak pembesar Negara, di mesjid-mesjid lain, mengaji di
rumah-rumah guru dan di surau-surau untuk masyarakat umum. Dari semua itu lalu
berkembang menjadi lembaga pendidikan islam.
Samudra
Pasai terus menjadi pusat studi islam di Asia Tenggara, walaupun secara politik
tidak berpengaruh lagi. Ketika kerajaan Islam Malaka menjadi pusat kegiatan politik,
Malaka juga berkembang menjadi pusat studi Islam. Tapi peran Samudra Pasai
tidak berkurang, bahkan fatwah-fatwah yang tidak bias di selesaikan ulama di
Malaka maka mereka minta bantuan ulama Samudra Pasai. Belum dapat di ketahui
secara pasti bagaimana ajar islam dilakukan di Malaka, namun kemungkinan sama
seperti yang dilakukan di Samudra Pasai.
Istana
juga berperan sebagai tempat mudzakarah masalah
ilmu pengetahuan dan sebagai pustaka, dan juga sebagai pusat penyalinan dan
penerjemahan kitab-kitab keislaman.[2]
Mata pelajaran yang di bagikan di lembaga pendidikan Islam dibagi menjadi dua
tingkatan:
a. Tingkat
dasar terdiri atas pelajaran membaca, menulis, bahasa Arab, mengaji Al-Qur’an
dan ibadah praktis.
b. Tingkat
yang lebih tinggi yaitu dengan materi-materi ilmu fiqih, tasawuf, ilmu kalam,
dan lain sebagainya.
Banyak
ulama dari Afghanistan, Malabar, Hindustan dan terutama Dari Arab untuk
mengambil peran menyebarkan agama Islam di Malaka. Para ulama itu biasanya di
beri kedudukan yang tinggi di kerajaan dan para penuntut ilmu banyak
berdatangan dari Asia Tenggara. Dari jawa, Sunan Bonang dan Sunan Giri pernah
belajar di Malaka, dan setelah selesai belajar mereka mendirikan tempat
pendidikan Islam di tempat mereka masing-masing.
Di
kerajaan Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda juga sangat memerhatikan
pengembangan agama dengan mendirikan masjid-masjid seperti Masjid Bait
al-Rahman di Banda Aceh dan pusat-pusat pendidikan Islam yang disebut dayah. Sultan mengambil ulama sebagai
penasihatnya, yang terkenal diantaranya adalah Samsuddin al-Sumatrani. Tradisi
ini juga dilakukan oleh sultan selanjutnya, sehingga di Aceh terdapat
ulama-ulama terkenal yang menyebarkan Islam di Asia Tenggara.
Para
ulama besar ini berjasa mendirikan dayah
yang kemudian berkembang menjadi perguruan tinggi. Para ulama dari luar Aceh
yang dating menuntut ilmu di sana seperti Syaikh Burhanuddin yang berasal dari
Ulakan-Pariaman-Minangkabau. Setelah tamat iya pulang kemudian mendirikan
lembaga pendidikan islam yang di sebut surau.
Kemajuan pesat lembaga pendidikan di aceh ini membuat orang memanggilnya
“Serambi Mekkah”.[3]
Dan setelah mereka belajar di Aceh mereka melanjutkan di Mekkah.
Sistem
pengajaran bagi setiap umat Islam, sebagai mana di negeri-negeri Muslim, adalah
pengajian Alquran. Pada tahap awal yaitu hapal bacaan hijaiyah sesudah itu
menghapal surat pendek Juz’Amma beserta tajwidnya yang diperlukan untuk shalat.[4]
Pelajaran selanjutnya berkenaan dengan persoalan yang berkaitan dengan hokum
islam (fiqih) dan tasawuf. Yang member pelajaran pada tahap awal di sebut alim, sedangkan pelajaran yang lebih
lanjut diberikan oleh ulama besar terutama yang pernah belajar di Makkah.
Pendidikan
islam berkembang pesat setelah para ulama mengarang buku-buku pelajaran
keislaman dengan bahasa Melayu, seperti karya-karya Hamzah Fanzuri, Nuruddin
al-Raniri, Abd. Rauf Singkel di Aceh. Dan kebahasa-bahasa daerah lainnya,
terutama para ulama yang pulang dari Makkah.
Diminangkabau
lembaga pendidikan dinamakan surau.
Dimana dulu surau dijadikan sebagai
tempat menginap anak bujang, setelah islam datang lalu berubah fungsi sebagai
tempat shalat, pengajaran dan pengembangan islam seperti belajar membaca
Al-Quran.
Yang
pertama melakukan islamisasi kepada surau
adalah Syaikh Burhanuddin (1641-1691) setelah menuntut ilmu kepada Abd.Rauf
Singkel di Kutaraja Aceh. Lalu kembali ke kampung halamannya, lalu mendirikan surau untuk mendidik kader ulama yang
akan melanjutkan pengembangan islam selanjutnya di minangkabau.[5]
Di
Jawa lembaga pendidikan islam disebut pesantren, di Aceh dayah atau Rangkang, di minangkabau surau, pesantren berasal dari nama lembaga sebelum Islam yaitu
berasal dari bahasa Tamik santri yang
berarti guru ngaji.[6]
Dari lembaga pendidikan inilah menyebar agama islam ke berbagai pelosok jawa
dan wilayah Indonesia bagian Timur. Oleh karena itu, di jawa sudah ada lembaga
pendidikan sejak abad ke-15 dan 16.
Menurut
sumber local, lembaga pendidikan islam pertama di Jawa adalah Pesantren Giri
dan Pesantren Gresik di Jawa Timur. Pesantren Gresik didirikan Maulana Malik
Ibrahim yang mendidikan para mubalig
yang nantiknya akan menyiarkan agama islam ke seluruh Jawa. Pesantren Giri
didirikan oleh Sunan Giri setelah ia kembali dari menuntut ilmu di Malaka.sunan
Giri I (Raden Paku) ada tahun 1485 menetap di Giri sebagai kiai besar dengan
gelar Prabu (Raja) Samatra. Ia membangu Istana dan masjid sebagai sebuah
kerajaan Islam, sehingga digelari raja-ulama. Prabu Samatra sebagai orang
pertama yang membangun pusat pendidikan.[7]
Pesantren Ini dikunjungi oleh santri setempat, Maluku, terutama Hitu.
Terdapat
juga pendidikan agama di Ampel-Surabaya-Jawa Timur, dibangun oleh Raden Rahmat
(Sunan Ampel Denta). Berawal dari Giri dan Ampel, pada masa selanjutnya semakin
banyak tempat pendidikan di Jawa seperti Tembayat, Prawoto (Demak) dan Gunung
Jati Cirebon. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), Sunan Giri, diberi gelar
Raja Pandito Ratu sebagai ahli agama yang menyebarkan agama Islam di Cirebon.[8]
Di
Kerajaan Islam Banjar Kalimantan Selatan, lembaga pendidikan Islam disebut langgar. Orang pertama yang mendirikan
adalah Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, seorang ulama Banjar yang pernah
menuntut ilmu di Aceh dan Makkah selama beberapa tahun. Sekembalinya ke
Banjarmasin, ia membuat langgar di pinggirin
ibukota kerajaan yang kemudian dikenal denangan nama Kampung Dalam Pagar.[9] Langgar memiliki banyak kemiripan dengan pesantren di
Jawa.
Semua
ilmu Islam yang diberikan di lembaga pendidikan di Nusantara ditulis dalam
bahasa Arab Melayu dan Pegon. Dengan itu para pelajar umumnya bias membaca dan
menulis. Tahun 1579 orang Spanyol pernag menguji orang Melayu di Brunai,
ternyata kebanyakan mereka bias menulis dengan bahasa tersebut.[10]
Metode
pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan keislaman itu adalah sorogan dan bandungan. Sorogan adalah
system pengajaran bersifat individual, biasanya bagi murid pemula. Metode ini
digunakan yang berlangsung di rumah, masjid, dan langgar secara perorangan. Bandungan adalah sekeompok santri
mendengarkan seorang guru memaca, menerjemahkan, menerangkan, mengulas buku
Islam dalam bahasa Arab yang sering disebut “kitab kuning” dengan cepat. Santri
senior biasanya membantu tugas kiai dan Syaikh. Kiai muda atau ustad masih
mendapat pendidikan didalam kelas disebut kelas
musyawarah (semacam diskusi) dimana murit mempelajari sendiri kitab-kitab
nya.
Dalam
pesantren biasanya tidak ada kurikulum, tiap pesantren biasanya memiliki
spesifikasi sendiri sesuia pendidikan kiai besarnya. Di Sumatra dan Kalimantan
biasanya mereka mempelajari buku-buku orisinil yang di karang oleh ulama Melayu
dalam bahasa Melayu, sedangkan di Jawa penekanan diberikan kepada Kitab Arab
Klasik yang terkadang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa.[11]
Di
Jawa setelah berdirinya kerajaan Demak, pendidikan Islam bertambah maju karena
telah ada pemerintah yang menyelenggarakan dan pembesar-pembesar Islam
membelanya. Tahun 1475di Bintaro dibentuk organisasi Bayankari Islah (angkatan
pelopor perbaikan) untuk mempergiat usaha pendidikan dan pengajaran Islam.[12]
Kitab-kitab
yang dipakai pada zaman Demak tidak ditemukan, yang ada yaitu yang kini dikenal
dengan nama Usul 6 Bis, yaitu sebuah
kitab tulisan tangan berisi 6 Bismillah karangan ulama Samakhand yang berisi
tentang ilmu-ilmu islam permulaan. Kitab lain adalah Tafsir Jalalain karangan Syaikh Jalaluddin al-Mahalli dan
Jalaluddin al-sayuti. Ada juga kitab primbon
yaitu berisi wejangan wali sedangkan suluk
berisi ajaran mistik.[13]
Tahun 1586 pusat
kerajaan pindah ke Mataram, zaman sultan agung mataram sesudsh mempersatukan
Jawa Tengah dan Jawa Timur, sultan Agung membangun Negara, mempergiat pertanian
dan pergagangan. Atas kebijakan sultan agung kebudayaan lama yang berdasarkan
kebudayaan asli dan hindu di seesuaikan dengan agama dan kebudayaan islam.
Tiap anak laki-laki
maupun perempuan berumur tujuh tahun harus belajar. Kalau ibu bapaknya tidak
sangggup mengajar maka akan diserahakan kepada guru ngaji. Selain untuk
mengajar anak-anak, diadakan juga tempat pengajian kitab yang diperuntukkan
bagi murit yang telah menamatkan Al-Quran. Pelajaran yang mula-mula adalah usul
6 bis, kemudian matan Taqribi, dan Bidayah Al-Hidayah karangan Imam Al-Ghazali.
Pada beberapa daerah
kabupaten diadakan Pesantren Besar lengkap dengan pondok-pondoknya untuk
melanjutkan pendidikan di desa. Gurunya diberi gelar kiai sepuh atau Kanjeng
Kiai, Guru-guru itu biasanya adalah ulama keraton.
Kitab-kitab pesantren
biasanya adalah kitab berbahasa Arab, pada umumnya pelajaran berbentuk Syarah / Hasyiyah dalam bermacam-macam
cabang ilmu seperti fiqih, tafsir, hadis, ilmu kalam, tasawuf, nahmu, sharaf
dan falak. Selain itu diadakan pesantren keahlian (thakassus) yang mengajar satu cabang ilmu dan tarekat yang mengajar
satu macam tarekat saja.
Biaya pesantren mulai
dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi ditanggung oleh masyarakat islam
sendiri, seperti punguan zakat, srakah
(iuran nikah,wakaf), dan palagara
(pembayaran suatu hajat penduduk desa). Para guru atau orang yang
mengajarkannya selain mendapat gaji juga mendapat sawah wakaf.
2. Pendidikan
Islam pada Zaman Penjajahan
a. Pendidikan
Zaman Belanda
Terhadap pendidikan
islam semula Belanda membiarkan saja (1610) menurut system Kerajaan Malaka.
Namun, lambat laun mereka merubah nya sedik demi sedikit. Sejak perjanjian
gianti(1755 M), Belanda mulai berusaha melumpuhkan pengaruh Islam, dimulai
dengan daerah yang telahdikuasai yaitu di Yokya dan Surakarta. Tanah untuk
penghulu, Naib, Kiai,Anom, Kiai Sepuh, dihapuskan dan di jadikan tanah
Gubernemen, dan juga diambil dari tanah untuk bangsawan di yokyakarta. Hal inilah
yang diantaranya yang menggerakkan Diponegoro untuk bergerak melawan penjajah.
Setelah mengalahkan Dipuonegoro, Belanda melanjutkan usahanya untuk
membinasakan organisasi resmi pendidikan islam. Para pengajar dibebas tugaskan
dan hasil pungutan zakat, srakah, dan wakaf yang diperuntukkan untuk biaya
pendidikan dihapuskan, dan diganti untuk menggaji penghulu yang lungguhnya
diambil. Wakaf sawah yang luas, kadang berhekta, yang semula untuk biaya
pendidikan dijadikan wakaf masjid saja. Penghulu tidak lagi menjadi Hakim
agama, namun diangkat sendiri oleh Belanda yang tak jarang orang yang diangkat
tersebut tidak mengerti masalah agama, oleh karena campur tangan belanda
tersebut pendidikan islam lama kelamaan menjadi mundur dan makin terdesak oleh
pendidikan barat.
Ketika zaman Van den
Bosch menjadi gubernur di Jakarta, ia mendirikan satu sekolah Kristen di setiap
keresidenan. Van den Capeller (1819) merencanakan mendirikan sekolah dasar bagi
penduduk pribumi dengan tujuan dapat membantu pemerintah Belanda. Karena mereka
menganggap bahwa pendidikan agama Islam yang dilakukan selama ini tidak
membantu pemerintah Belanda. Para santri dianggap buta huruf latin, serta
sekolah pesantren dan sederajat tidak berkelas dan disebut sebagai sekolah desa.
Kemunduran pendidikan
Islam sampai pada puncaknya sebelum tahun 1900 M yang meliputi seluruh
Indonesi. Tahun 1925 Belanda mengeluarkan peraturan lebih ketat bahwa, tidak
semua kiai boleh memberikan pendidikan agama. Peraturan tersebut akibat tumbuhnya
organisai pendidikan islam, seperti Muhammadiyah, Syarikat Islam, dan
lain-lain. Dan dikeluarkan pula peraturan yang dapat memberantas sekolah yang
tidak ada izinnya. Jika melihat peraturan Belanda yang demikian ketat dan
menekan pendidikan Islam yang seakan dapat meruntuhkan Islam, namun malah
sebaliknya.
Tahun 1901 Belanda
melakukan politik Etis yaitu Belanda membangun pendidikan rakyat yang diperuntukkan
untuk mempersiapkan pegawai yang bekerja untuk belanda, dan menghabat
pendidikan tradisional. Belanda tidak mau mengakui lulusan pendidikan
tradisional karena dianggap tidak mampubekerja di pabrik. Karena Belanda
mendirikan sekolah, para murid nya belajar disana jadi mengerti system
pembelajaran modern. Mereka juga mengenal surat kabar, majalah untuk mengikuti
perkembangan jaman, yang membuat mereka mengadakan pembaharuan di bidang
pendidikan Islam. Sebenarnya kesadaran mereka juga dipengaruhi ole hide-ide
Panislamisme dan reformasi di mesir ketika beberapa pelajar Indonesia belajar
disana.
Dengan demikian
pembaharuan pendidikan Islam telah dimulai semenjak zaman colonial Belanda. Hal
ini ditandai dengan dibangunnya organisasi Islam yang mendirikan
sekolah-sekolah islam dengan metode kurikulum dan tidak lagi di surau.
b. Pendidikan Zaman Jepang
Pada masa awalnya
pemerintah Jepang seakan-akan membela kepentingan Islam sebagai siasat untuk
memenangkan perang. Untuk menarik dukungan rakyat Indonesia, pemerintahan
Jepang membolehkan untuk mendirikan sekolah agama dan pesantren yang terbebas
dari pengawasan Jepang.
Zaman Jepang sebenarnya
memperlihatkan gambaran buruk dari pendidikan bila dibandingkan dengan pada
akhir-akhir pemerintahan Hindia-Belanda. Karena jumlah dari sekolah-sekolah
menurun, murid nya, dan juga guru pengajar.
Pada masa Jepang sekolah
dasar di jadikan enam tahun, ini sebenarnya menguntungkan kita karena bila
dilihat dari segi pendidikannya sendiri yaitu menghapuskan diskriminasi. Selain
itu, Jepang juga mengadakan latihan untuk guru-guru di Jakarta. Para anggota
pelatihan diambil dari tiap kabupaten, lalu setelah selesai kembali ke daerah
masing-masing untuk melanjutkan hasil yang mereka peroleh. Dengan demikian
susunan sekolah menjadi dua yaitu:
1. Sekolah
Umum, terdiri dari:
a. Sekolah
Rakyat enam tahun
b. Sekolah
Menengah tiga tahun
c. Sekolah
Menengah Tinggi tiga tahun
2.
Sekolah Guru, terdiri
dari:
a. Sekolah
Guru dua tahun
b. Sekolah
Guru empat tahun
c. Sekolah
Guru enam tahun
Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar digunakan disemua sekolah dan menjadi mata pelajaran
utama. Bahasa Jepang diberikan sebagai
mata pelajaran wajib, harus mempelajari adat istiadat Jepang. Bahasa daerah
diberikan kepada murit kelas 1 dan 2 sampai murit tersebut dapat mengerti
bahasa Indonesia. Para mirid diharuskan melaksanakan kerja bakti untuk
mengumpulkan bahan untuk perang, membersihkan asrama, menanam bahan makanan,
memperbaiki jalan dan lain-lain. Serta
mereka dilatih jasmani dan latihan militer, semua upaya yang mereka
lakukan sebenarnya agar rakyat Indonesia dapat membantu Jepang dalam perang
melawan Sekutu. Serta para murid dan guru di latih semangat kejepangan, dengan
hormat ke bendera Jepang dan arah istana kaisar Jepang dan lainnya.
Sekolah yang didirikan
pada zaman Belanda dibuka lagi, juga sekolah swasta seperti sekolah agama
Islam, pesantren, sekolah Kristen, sekolah untuk rakyat Cina dan lainnya namun
berada di bawah pengawasan Jepang. Guru-guru yang dididik semuanya mendapat
pendidikan bahasa jepang, Budaya Jepang, Adat istiadat Jepang, olah raga,
pendidikan pertahanan, dan lain-lain. Setelah itu mereka pulang dan mengajarkan
semua yang telah mereka dapat, sehingga mereka menjadi alat propaganda Jepang.
Golongan pendidik zaman Jepang mendapat tempat yang baik dalam masyarakat.
Semua perguruan tinggi
pada zaman jepang ditutup, walaupun ada yang bukak maka akan berada di bawah
pengawasan Jepang. Demikianlah sekolah
zaman kemiliteran Jepang semuanya mengalami kemunduran. Namun, yang paling
penting dari sekolah-sekgolah itu adalah nasionalisasi, bahasa pengantar, serta
pembentukan kader muda untuk tugas berat di masa yang akan dating.[14]
3. Pendidikan
Jaman Kemerdekaan
Setelah merdeka,
pendidikan Islam mulai mendapat tempat dalam system pendidikan Nasional. Di
Sumatra, Mahmud Yunus sebagai pemeriksa agama pada kantor pengajaran
mengusulkan agar pendidikan agama di sekolah pemerintah ditetapkan dengan resmi
serta para gurunya di gaji sama dengan guru mata pelajaran lainnya dan
usulnyapun diterima.[15]
Pendidikan islam
setahap demi setahap dimajukan, istilah pesantren yang dulu hanya belajar di
surau dan menolak moderenisasi, sudah mulai beradaptasi dengan tuntutan jaman.
Bahkan ada pesantren yang mendirikan madrasa dan sekolah umum. Upaya ini
merupakan usaha ini merupakan usaha untuk menata diri di tengah realitas
sosial, dan pesantren semakin berkembang dengan berdirinya sekolah tinggi
Islam.
Sekolah agama termasuk
madrasah ditetapkan sebagai sebagai sumberdan model pendidikan nasional yang
berdasarkan undang-undang 1945. Eksistensi pendidikan agama sebagai komponen
pendidikan nasional dituangkan dalam UU pokok pengajaran dan pendidikan Nomor 4
tahun 1950 bahwa belajar disekolah agama yang telah diakui oleh mentri agama
dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.[16]
Tahun 1975 dikeuarkan
SKB dimana madrasa diharapkan memperoleh posisi yang sama dengan sekolah lain dalam
segala hal. Selanjutnya dikeluarkan pembukuan kurikulum sekolah umum dan
madrasah. Pendidikan sekolah islam terus dikembangkan, tuntutan untuk
mendirikan perguruan tinggipun semakin dituntut. Sebelum kemerdekaan sebenarnya
di Minangkabau telah berdiri sekolah tinggi pertama yaitu Sekolah Islam
Tinggi(PGAI) di Padang. Di Jakarta didirikan Sekolah Tinggi Islam(STI).[17]karena
pergolakan kemerdekaan STI dipindahkan ke Yokyakarta lalu berubah nama menjadi
UII(Universitan Islam Indonesia) kemudia UII dan UGM dinegerikan dengan syarat
berada dibawah naungan Departemen Agama. UII kemudian berubah nama menjadi
PTAIN(Perguruan Tinggi Agama Islam Negri). Di Jakarta dibuka ADIA (Akademi
Dinas Ilmu Agama), lalu pemerintang menggabungkannya dengan UII dan menjadi IAIN.
Kemudian di Aceh juga dibuka IAIN yang merupakan cabang dari IAIN Yokyakarta.[18]
IAIN bertambah pesat
dan mendirikan cabang diberbagai wilayah dan banyak juga bermunculan perguruan
tinggi Swasta dan pendidikan Islam mengalami kemajuan dalam mengiringi moderenisasi.
Pada tahun 2002 IAIN Syarif Hidayatullah berubah menjadi UIN(Universitas Islam
Negri) yang didalamnya menyelenggarakan pendidikan selain Fakultas Agama.
B.
Pendidikan
Islam di Malaysia
1. Keadaan
Islam di Malaysia
Islam merupakan agama
resmi Negara ferasi Malaysia. Hampir 50% dari 13 juta penduduknya adalah Muslim
dan sebagian besar diantaranya adalah orang melayu yang tinggal di Semenanjung
Malaysia. Adapun sisanya terdiri dari kelompok-kelompok etnik yang minoritas
yakni diantaranya Cina yang terdiri sekitar 30% dari penduduk Malaysia dan yang
lainnya India dan Arab. Diantara warga Muslim dan non Muslim dapat hidup rukun
tanpa ada permusuhan sehingga masyarakat di sana tentram dan damai.
Perkembangan Islam di Malaysia telah membawa peradaban-peradaban baru yang
diakui Dunia Islam. Sampai saat ini Muslim Malaysia dikenal sebagai Muslim yang
taat beribadahnya, kuat memegang hukum Islam dan juga kehidupan beragamannya
yang damai serta mencerminkan keIslaman agamanya baik di perkampungan maupun
dalam pemerintahan. Peranan seorang ulama di sana sangat penting baik dalam
segi dakwah dan dalam pengelolaan sekolah-sekolah.
2. Visi
Misi dan Tujuan Pendidikan Islam
Pada prinsipnya urusan
agama Islam menjadi wewenang pemerintah Negara bagian. Seperti ditetapkan dalam
Konstitusi Malaysia, sulthan menjadi pimpinan agama Islam di negerinya
masing-masing. Sementara itu di negeri yang tidak mempunyai sulthan seperti
Pulau Pinang, Malaka, Sabah dan Serawak serta wilayah federal Kuala Lumpur
sendiri, pimpinan agama dipercayakan kepada yang di Pertuan Agung. Namun
demikian agaknya pemerintah merasa perlu untuk memadu, kalau tidak bisa
dikatakan mengatur, agaknya aktifitas Islam di Negara tersebut tidak menjadi
sumber instabilitas. Hal ini dilakukan pemerintah, selain untukmenunjukkan
perannya dalam mendukung Islam juga dimaksudkan untuk menghilangkan
kekhawatiran dan ketakutan warga non Muslim terhadap apa yang dibahasakan
Mahathir sebagai “Islam Fundamentalis” yang diantaranya menginginkan penerapan
hukum Islam dan atau terbentuknya Negara Islam di Malaysia. Dengan kata lain
bahwa pemimpin islam tidak hanya bisa dalam urusan agama tapi juga dalam urusan
umum agar menjadi pemimpin yang baik serta cerdas.
3. Kurikulum
Pendidikan
Dalam penerapan
kurikulum pendidikan islam di Malaysia tidak berbeda jauh dengan pendidikan
Islam di Indonesia, yaitu kurikulum pendidikan islam yang mengandung dua
kurikulum inti sebagai kerangka dasar operasional pengembangan kurikulum.
1. Tauhid
sebagai unsure pokok yang tidak dapat dirubah.
2. Perintah
membaca ayat-ayat
Para ahli pendidikan Islam dalam hal ini memberikan
interpretasi-interpretasi tersendiri. Prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum
pendidikan Islam adalah :
a. Adanya
pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan
nilai-nilainya.
b.
Prinsip menyeluruh
(universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
c.
Keseimbangan yang
relative antara tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
d.
Perkaitan dengan bakat,
minat, kemampuan-kemampuan dan kebutuhan pelajar dan juga dengan alam sekitar,
fisik dan sosial tempat pelajar itu hidup berinteraksi.
e.
Pemeliharaan atas
perbedaan-perbedaan individu diantara pelajar dalam bakat-bakat, minat,
kemampuan, kebutuhan dan perbedaan lingkungan masyarakat.
f.
Penyesuaian dengan
perkembangan dan perubahan yang berlaku dalam kehidupan .
g. Pertautan
antara mata pelajaran, pengalaman dan aktifitas yang terkandung dalam
kurikulum, dan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid dan
kebutuhan masyarakat tempat murid itu tinggal.
3. Sarana
Prasarana dan Biaya Pendidikan
Sebagai upaya untuk
menunjukkan keseriusannya dalam merespons penegasan kembali Islam, pemerintah
menyediakan sejumlah infrastruktur yang diperlukan guna membantu umat Islam
dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama mereka. Realisasi paling umum dari
keseriusan ini adalah pembangunan sejumlah mesjid untuk memenuhi kebutuhan
komunitas Muslim akan tempat ibadah. Selain itu manifestasi penting lainnya
dari kesungguhan pemerintah terlihat dari penyediaan infrastruktur bagi
kebijakan pro-Islamnya di berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, dakwah dan
syiar Islam, pendidikan dan aspek-aspek lainnya dalam meningkatkan keberagamaan
masyarakat Muslim.
Kebijakan dan program
keislaman dibidang pendidikan terlihat lebih awal mendapat perhatian disbanding
bidang lainnya. Hal ini bisa jadi karena posisi menteri pendidikan saat itu
dipegang Muhathir Muhammad, sosok yang dikenal banyak berperan dan memberikan
kontribusi bagi upaya islamisasi di Malaysia. Di awal karirnya sebagai Menteri
Pendidikan Malaysia tahun 1974, Mahathir mengawali langkahnya dengan meninjau
ulang system pengajaran agama Islam yang dipandangnya tidak efektif dan tidak
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman. Segera setelah itu, ia
mengadakan pengkajian kembali tentang pendidikan agama Islam dan system
pengajarannya serta membentuk dewan penasehat untuk pendidikan agama Islam.
Pembentukan Dewan ini dimaksudkan untuk menggerakkan agar Islam menjadi relevan
dengan kebutuhan modernisasi masyarakat Muslim Malaysia dan agar gerakan ini
dapat dilaksanakan secara koordinatif dan sistematis.
Pada tahun 1975,
kementerian Pendidikan mengeluarkan dana senilai MS. 22 juta untuk memperbaiki
pelaksanaan pelatihan guru-guru agama Islam. Pada tahun berikutnya, pemerintah
mengumumkan pengambilalihan atas 10 sekolah Islam terbaik di Negara itu guna
memperbaiki manajemen sekolah tersebut serta meningkatkan kinerja para guru dan
pegawainya untuk dijadikan sebagai sekolah model.
Pada tahun 1979,
pemerintah mendeklarasikan pendirian Pusat Penelitian islam Asia Tenggara
senilai MS 26 Juta. Pada tahun yang sama, pengetahuan agama Islam ditetapkan
sebagai materi ujian di tingkat Sijil Pelajaran Malaysia (SPM). Setahun
berikutnya pemerintah mendirikan yang pertama kali Maktab perguruan Islam
(Islamic Teacher’s College), senilai MS 22 juta, yang dari sana murid-murid
berpotensi akan dikirim ke Mesir, Pakistan, dan Indonesia untuk melanjutkan
study mereka.
C.
Pendidikan
Islam di Singapura
Reallitas sosial ekonomi singapura sekarang telah memaksa
penduduk muslim untuk lebih mementingkan pendidikan umum, sehingga
menyingkirkan pendidikan agama kebelakang. Kurangnya kurikulum yang sesuai standar dan tidak ada
satu badan tunggal yang mempunyai wewenang untuk merencanakan silabus dan
kurikulum dan membiayai madrasah sehingga madrasah tersebut dapat memberikan
pendidikan yang baik.
Masalah
pedidikan islam di Singapura yang dirasakan oleh para pemimpim muslim baragam
diantaranya: tujuan pendidikan islam dengan sistem pendidikan nasional belum
tegas, tidak ada perguruan tinggi islam, tidak ada kurikulum yang standar, tidak ada
administari pendidikan islam sentral, kurangnya dana dan status ekonomi guru
agama, dll.
Karena gusar
dengan apa yang terjadi pada pendidikan islam di singapura maka dibentuklah
suatu organisasi yang bernama MENDAKI (majlis pendidikan anak-anak muslim),
dalam rencana kerjanya, hal ini diarahkan pada pendidikan umum dan agama pada
masyarakat secara berkesinambungan. Karena pendidikan menurut islam peberian
bekal dan melatih orang-orang islam agar mampu melaksanakan tanggungjawab
mereka yang bersifat umum (duniawi) maupun agama.
1. Implementasi
Sistem Pendidikan Islam di Singapura
Lembaga pendidikan
Islam (madrasah) dikelola secara modern dan profesional, dengan kelengkapan
perangkat keras dan lunak. Dari seluruh madrasah Islam sebanyak enam buah,
seluruhnya di bawah naungan Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), sistem
pendidikan diterapkan dengan memadukan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
Keenam madrasah itu adalah madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, madrasah Al-Maarif
Al-Islamiah, madrasah Alsagoff Al-Islamiah, madrasah Aljunied Al-Islamiah,
madrasah Al-Arabiah Al-Islamiah, dan madrasah Wak Tanjong Al-Islamiah.
Waktu
penyelenggaraan belajar mengajar dimulai dari pukul 08.00 hingga 14.00. Lama
waktu ini juga berlaku di sekolah-sekolah umum dan non-madrasah. Agar tidak
ketinggalan dengan kemajuan teknologi, maka di setiap madrasah dibangun
laboratorium komputer dan internet, serta sistem pendukung pendidikan audio
converence. Selain dilengkapi fasilitas internet, setiap madrasah juga
mempunyai server tersendiri bagi pengembangan pendidikan modern. "Murid
dibiasakan dengan teknologi, terutama teknologi internet. Setiap hari, mereka
diberi waktu dua jam untuk aplikasi dan pemberdayaan internet," jelas
Mokson Mahori, Lc, guru di madrasah Al Junied Al Islamiyah.Sayangnya,
pendidikan Islam baru ada dalam institusi TK hingga madrasah Aliyah (SMU). Untuk
perguruan tingginya hingga kini belum ada.
Manajemen yang sama
juga diterapkan dalam pengelolaan masjid. Tidak seperti yang dipahami selama
ini, bahwa masjid hanya sebatas tempat ibadah mahdhoh an sich (shalat lima
waktu dan shalat Jumat). Tetapi, masid di negeri sekuler ini, benar-benar
berfungsi sebagaimana zaman Rasulullah, sebagai pusat kegiatan Islam.
Saat ini di
Singapura terdapat 70 masjid. Selain tempatnya yang sangat bersih dan indah,
juga di ruas kanan dan kiri di setiap masjid terdapat ruangan-ruangan kelas
untuk belajar agama dan kursus keterampilan. Berbagai disiplin ilmu agama
diajarkan setiap siang dan sore hari. Kegiatan ceramah rohani usai juga
diajarkan usai shalat shubuh atau maghrib.
Aktivitas lainnya,
diskusi berbagai masalah kontemporer dan keislaman. Diskusi ini biasanya
diadakan oleh organisasi remaja di setiap masjid. Dewan pengurus setiap masjid
juga menerbitkan media (majalah dan buletin) sebagai media dakwah dan ukhuwah
sesama muslim. Berbeda dengan di negara lainnya, para pengurus masjid digaji
khusus, dan memiliki ruangan pengurus eksekutif laiknya perkantoran modern.
Keberadaan lembaga swadaya masyarakat Islam (LSM) juga
tak kalah pentingnya dalam upaya menjadikan muslim dan komunitas Islam negeri
itu potret yang maju dan progresif. Berbagai LSM Islam yang ada terbukti
berperan penting dalam agenda-agenda riil masyarakat muslim. Saat ini, tidak
kurang dari sepuluh LSM, di antaranya adalah: Association of Muslim
Professionals (AMP), Kesatuan Guru-Guru Melayu Singapura (KGMS), Muslim
Converts Association (Darul Arqam), Muhammadiyah, Muslim Missionary Soceity
Singapore (Jamiyah), Council for the Development of Singapore Muslim Community
(MENDAKI), National University Singapore (NUS) Muslim Society, Perdaus
(Persatuan dai dan ulama Singapura), Singapore Religious Teachers Association
(Pergas), Mercy Relief (Center for Humanitarian), International Assembly of
Islamic Studies (IMPIAN), dan Lembaga Pendidikan Alquran Singapura (LPQS).
Seluruh lembaga dan sistem manajemen profesional ini
ditujukan bukan saja pada terbentuknya kualitas muslim dan komunitas Islam yang
maju, moderat dan progresif, tetapi juga potret yang mampu berkompetisi dan
meningkatkan citra Islam di tengah pemandangan global yang kurang baik saat
ini. Model demikian inilah yang kini terus diperjuangkan agar Islam yang rahmat
menjelma dalam kehidupan masyarakat Singapura. Selain pendidikan agama Islam,
siswa juga belajar tentang subjek umum. Para siswa mempelajari agama Islam
sementara mereka juga mempelajari subjek-subjek non Islam. Madrasah Al
Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan
dengan dunia modern di negeri singa tersebut.
Madrasah Al Irsyad
Al Islamiah sendiri memiliki total siswa 900 orang mulai dari tingkat dasar
hingga menengah. Demi mengakomodasi kurikulum ganda, Islam dan nasional,
sekolah memiliki waktu sekolah tiga jam lebih panjang dari pada sekolah
umumnya. Madrasah Al Irsyad menempati urutan pertama dari enam madrasah yang
ada di Negeri Singa tersebut. Selain menganut kurikulum modern, institusi pendidikan
Islam tersebut juga memiliki titik utama sebagai Islamic Center dari Dewan
Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang memberi masukan kepada pemerintah
perihal urusan menyangkut Muslim. Kurikulum yang dipakai di Madrasah Al Irsyad Al Islamiah
memadukan materi pendidikan lokal dan internasional bernapas Islam dalam
kegiatan belajar mengajar. Bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar yang
dominan, baik di dalam kelas maupun di laboratorium komputer, laboratorium ilmu
pengetahuan, maupun perpustakaan. Metodologi pembelajaran Singapura dinilai sangat efektif
dan efisien, serta dapat menghasilkan output (luaran) peserta belajar yang
unggul.
D.
Pendidikan Islam di Brunai
1. Kebijakan
Pemerintah Brunai Terhadap Pendidikan Islam
Brunei memperoleh
kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1884. Konstitusi Brunei menegaskan bahwa
agama resmi Brunei Darusslam adalah Islam mengikuti mazhab Shafi’i. Meski agama
lain seperti Kristen, Budha, dan Hindu dapat dianut dan dilaksanakan secara
damai dan harmonis, namun pemerintah menegaskan sejumlah batasan bagi pemeluk
agama non-Islam, antar alain pelarangan bagi Non-Muslim untuk menyebarkan
ajaran agamanya. Akhir Tahun 2000 dan 2001 pemerintah menahan beberapa orang
Kristen, karena duganaan aktivitas subversive (bawah tanah). Mereka akhirnya
dilepaskan pada bulan Oktober 2001 setelah bersumpah setia pada Sultan. Tidak
dibenarkan satu sekolahpun, termasuk sekolah swasta mengajarkan ajaran agama
selain Islam, termasuk materi perbandingan agama. Selain itu, seluruh sekolah
termasuk sekolah Cina dan Kristen diharuskan mengajar materi pelajaran Islam
kepada seluruh siswanya.
2. Masalah
Pendidikan di Brunai
Lemahnya sumber daya
manusia masih menjadi salah satu persoalan yang masih dihadapi Brunei, seperti
yang sering disinggung oleh menteri cabinet dan pejabat pelayan masyarakat
lainnya. Hal ini semakin terasa terutama bila dikaitkan dengan tantangan
mengelola perubahan dalam konteks pembangunan nasional. Lemahnya SDN dapat
dilihat sebagai salah satu factor kausal mengapa Brunei dihadapkan pada
peningkatan pengangguran, dan beberapa pekerjaan tertentu masih mempekerjakan
orang asing. Solusi utama yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan
persoalan ini adalah dengan memberikan pelatihan pada generasi muda. Bahasa
Melayu dan Inggris juga mendapat penekanan dalam pendidikan di Brunei. Semua
disiplin ilmu utama setelah tiga tahun dari pendidikan dasar diajarkan dalam
bahasa Inggris. Penekanan pada bahasa Inggris ini diimbangi dengan pengajaran
MIB, seperti pendidikan moral dan pengajaran agama Islam di sekolah. Mahasiswa
juga diwajibkan untuk mempelajari materi MIB selama satu tahun.
Dalam rangka melahirkan
SDM yang berkualitas, di Brunei terdapat sejumlah lembaga pendidikan, antara
lain, Universitas Brunei Darusslam (UBD). Universitas ini berdiri sejak tahun
1985. tahun 1991 tercatat, Universitas ini telah menghasilkan 500 sarjana.
Tahun 1991 sebuah Memorandum of Understanding (MoU) telah ditandatangani dengan
UTM untuk memperkuat kerjasama dalam bidang pendidikan dan pelatihan.
E.
Pendidikan
Islam di Thailand
1. System
dan Kelembagaan Islam di Thailand
Pondok Patani atau
pondok di Thailand Selatan secara keseluruhan boleh dikatakan sama dengan
pesantren di jawa atau tempat-tempat lain di Indonesia pada tahun 1950-an atau
1960-an sebelum pesantren mengalami modernisasi. Setelah kerusuhan kembali
merebak di Patani atau kawasan melayu Muslim di Thailand Selatan dalam dua
tahun terakhir. Pondok menjadi terteduh sebagai tempat pusat perlawanan atas
pendekatan keamanan yang dilakukan pemerintah. Pondok Patani, umumnya masih
sangat tradisional, bagi kaum Melayu Muslim Thailand Selatan lebih dari pada
sekedar lembaga pendidikan Islam, tapi juga merupakan salah satu identitas
keagamaan dan cultural. Karena itu, ancaman penutupan pondok.
System pendidikan Islam
pada awalnya ditujukan pada system politik Siam yang Otoriter, Jika sebelumnya
system pendidikan bersifat sentralistik, independent melalui lembaga pondok
pesantren dan madrasah. Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan islam
pertama yang dijalankan, yang bermula dari fungsi dakwa dan Ta’lim. Pada tahun
1785 M Patani dibawah kekuasaan Siam, tradisionalisme pondok pesantren dan
Madrasah diuji dengan kehadiran system pendidikan Siam (umum), perkembangan
pendidikan Islam terus berlangsung melalui proses yang cukup a lot, dialektis,
kompromis, sehingga pondok pesantren dan madrasah telah diintegrasikan dengan
system pendidikan Siam sebagai model pendidikan sekolah modern di Patani.
Pondok seperti pesantren juga mengalami transisi sepanjang abad ke-20 sebagai
pondok berubah menjadi sekolah agama rakyat dan lebih banyak lagi mendirikan
madrasah tetapi banyak madrasah juga yang didirikan yayasan-yayasan Islam di
luar pondok. Sebagian besar gurunya adalah alumni Timur tengah, Indonesia, dan
Malaysia. Di madrasah-madrasah ini, menurut kalim pemerintah, menerima banyak
bantuan dari timur tengah selanjutnya mereka menjadi madrasah wahabiyah yang
menurut pemerintah Thanksin menjadi biang dari radikalisme di kalangan kaum
Muslim Thailand.
Pergolakan yang
dilakukan oleh kaum patani salah satunya adalah terbelakangnya pendidikan di
Thailand. Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hampir terdapat 80 orang mahasiswa
Thailand di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak seorangpun yang mendapat
bantuan keuangan seperti beasiswa dari pemerintah Thailand. Sehingga untunglah
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Agama RI dan UIN bermurah hati
memberikan beasiswa kepada mereka. Bahkan Mahasiswa Thai yang ada di Ciputat
membuka warung kecil-kecilan untuk bisa bertahan.
Kemudian dilihat secara
transparan lembaga pendidikan Islam di Thailand tidak jauh berbeda dengan
system pendidikan yang dimiliki di Indonesia. Artinya semuanya bertujuan untuk
mencetak professional-profesional muslim yang mampu bersaing dalam kancah
perkembangan dunia ilmu pengetahuan dengan didasari agama yang mumpuni. Namun
tentu konsep, system dan kelembagaan pendidikan Islam di patani, secar
aineternal dipengaruhi oleh Politik siam, Tuntutan demokrasi dalam pendidikan
Islam pada awalnya ditujukan pada system politik Siam yang otoriter. Jika
sebelumnya system pendidikan bersifat sentralistik, independent melalui lembaga
pondok pesantren dan madrasah, maka belakangan ini tergesernya paradigma dan
system pendidikan Islam sehingga lebih menekankan pada peran pemerintah.
Tradisionalisme pondok Petani mempunyai sejarah panjang. Kaum Muslimin Melayu
Patani mengklaim, pondok merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di nusantara
meski sumber-sumber sejarah umumnya menyebutkan, Islam datang dan berkembang di
wilayah ini baru pada abad ke-16. terlepas dari kondisi itu, pondok Patani
mengirimkan lulusn terbaiknya ke Haramayn yang kemudian menjadi ulama besar
seperti Daud bin Abdullah al-patani (abad ke-19), ahmad bin Muhammad Zayn
an-Patani, dan Zayn al-Abidin bin Muhammad al-Patani (abad-20) .
2. Pertumbuhan
dan Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand
Proses Islamisasi di
patani tidak bisa dilepaskan dari peranan pendidikan. Pada tahap awal
pendidikan informal sangat berperan, yaitu kntak informal antara mubaligh
dengan rakyat setempat. Selanjutnya ditindak lanjuti dengan munculnya
pendidikan non-formal, dna terakhir pendidikan formal.
Pada tahap awal pendidikan agama islam dikawasan Thailand Selatan dilaksanakan pendidikan Al-Qur’an. Pengajian Al-Qur’an adalah sesuatu yang mesti dipelajari oleh setiap muslim. Pengajian al-Quran ini dilaksanakan di masjid dan rumah-rumah Tok Guru. Disetiap kompang ada rumah Tok Guru yang dijadikan tempat pengajian Al-Quran. Selanjutnya muncullah pendidikan podok pondok berposisi sebagai lembaga pendidikan yang amat penting di Thailand Selatan.
Pada tahap awal pendidikan agama islam dikawasan Thailand Selatan dilaksanakan pendidikan Al-Qur’an. Pengajian Al-Qur’an adalah sesuatu yang mesti dipelajari oleh setiap muslim. Pengajian al-Quran ini dilaksanakan di masjid dan rumah-rumah Tok Guru. Disetiap kompang ada rumah Tok Guru yang dijadikan tempat pengajian Al-Quran. Selanjutnya muncullah pendidikan podok pondok berposisi sebagai lembaga pendidikan yang amat penting di Thailand Selatan.
Profil pelajar-pelajar
pondok ini digambarkan oleh Chapakia yaitu “Pelajar-pelajar mengamalkan cara
hidup harian yang sama dan seragam mereka sama-sama berkain sarung, berbaju
melayu berkopiah putih dan sama-sama menggunakan tulisan Jawi dan buku-buku
jawi”.
Alumnus pondok memiliki
posisi yang sangat penting dan memiliki peranan yang strategis ditengah-tengah
masyarakat, mereka menjadi pemimpin masyarakat khususnya dalam bidang
keagamaan, menjadi imam, khotib, bilal, menjadi ahli jawatan masjid paling
tidak menjadi to ‘lebai. Pendidikan formal yang dilaksanakan pemerintah dimulai
pada mara raja Chalongkarn atau Rama V pada tahun 1899. Sekolah ini kurang
mendapat sambutan masyarakat. Melihat itu pada tahun 1921 sekolah ini kurang
mendapat sambutan masyarakat. Melihat itu pada thaun 1921 pemerintah
mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan sekolah mulai ditingkat sekolah
dasar kelas satu sampai kelas empat. Kendatipun undang-undang tersebut
dikeluarkan, namun masyarakat Islam dikawasan Thailand SElatna (khususnya
ditempat wilayah : Patani, yala, Narthiwat, dan Satun) tidak menyambut dengan
baik pemberlakuan undang-undang tersebut. Terbukti statistic tahun 1960 tamat
sekolah dasar kelas satu sampai kelas empat diwilayah tersebut hanya 13,67
persen masyarakat masih terkait erat dengan pendidikan pondok.
Kebijakan pemerintah
Thailand berikutnya pada tahun 1966, adalah mewajibkan seluruh institusi pondok
untuk mendaftarkan diri ke pemerintah di bawah Akta Rongrian Rat Son Sasna
Islam (Sekolah Swasta Mengajar Agama Islam). Sejak itu mulai perubahan
pendidikan pondok di Selatan Thailand. Perubahan itu memunculkan timbulnya
madrasah. Peran ulama-ulama Petani sangat dominant dalam proses Islamisasi
tersebut, bahkan peranan mereka tidak hanya di patani saja tetapi juga sampai
ke luar negeri, seperti ke Indonesia. Diantaranya yang terkenal adalah Syekh
Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Patani, yang telah berhasil mengIslamkan
raja Buton yaitu raja Walio.
Syeh Abdul Jalil
alFathoni telah menyebarkan agama Islam di Kalimantan Barat (lebih kurang tahun
1700). Syekh Daud Abdullah al Fatoni juga seorang ulama Patani, yang bermukim
di Makkah dan menulis banyak kitab-kitab agama. Dipandang dari sudut interen
yakni munculnya lembaga pendidikan Islam di Patani, setelah berproses dari
lembaga pendidikan informal, nonformal dan selanjutnya muncul lembaga
pendidikan pondok sebagai lembaga formal.
3. Lembaga-lembaga
Pendidikan Islam di Thailand
a. Pondok
dan Madrasah
Ada
catatan bahwa Wan Husein Senawi seorang ulama berasal dari Kampung Sena Patani
sepupu sunan Ampel mendapat inspirasi untuk mendirikan lembaga pendidikan
pondok di patani setelah beliau belajar di Tanah Jawa di bawah asuhan Sunan
Ampel. Pondok adalah lembaga pendidikan tertua di Patani dan diantara
pondok-pondok tertua itu adalah Pondok Dala, Bermin, Semela, Dual, Kota,
Gersih, Telok Manok, yang mempunyai pengaruh besar bagi pertumbuhan pendidikan
Islam di daerah ini, oleh karena pondok-pondok ini banyak didatangi oleh
pelajar. Pelajar di luar Patani, Karena itu pondok-pondok ini banyak sekali
pengaruhnya bagi pembangunan bahasa Melayu, pengaruhnya juga sampai ke Burma
dan Kamboja.
b. Dengan
System yang masih klasikal. Mempunyai kurikulum, silabus yang telah ditetapkan
pokok-pokok bahasan serta jadwal pelajaran. Diajar oleh tenaga pengajar yang
memiliki spesialisasi dalam bidang mata pelajaran yang diajarkan di madrasah
tersebut. Diajarkan dua jenis ilmu pengetahuan, pengetahuan agama dan
pengetahuan umum. Disamping tenaga pengajar, memerlukan juga tenaga
administrasi, bahagia akademik dan keuangan. System manajemen tidak lagi
terkonsentrasi pada satu orang / tok guru telah berubah adanya pebagian
tanggung jawab (sharing patner) antara pimpinan madrasah. Oleh karena di
madrasah mata pelajaran yang diajar bervariasi, maka madrasah memerlukan
fasilitas pendidikan dan pengajarna seperti laboratorium bahasa, labor
computer, labor sains dan sarana olah raga.
F.
Pendidikan
Islam di Filipina
1. Pertumbuhan
dan Perkembangan Pendidikan Islam di Filipina
Penduduk Muslim di
Filipina terkonsenterasi di bagian Selatan Filipina, terutama di mendanau,
Ujung Selatan Palawani, gugusan kepulauan Sulu. Mereka terdiri dari tiga belas kelompok
bahasa dan budaya, yaitu : Maranao, Iranum, Manguindanao, Tausugs Samal, Bajao,
Jama Mapun, Palawani, Molbog, Kalibugan, Yakan, Karaza, dan Sangil. Di antara
mereka itu ada tiga kelompok terbesar yaitu maranos, Tausugs, dan Magu Indanaos
(macawaris, 1988 : 78). Decasa mengemukakan bahwa Islam telah dikenal di Sulu
pasa abad ke-13. Islam dikembangkan lewat jalur perdagangan dan juga disebarkan
oleh para da’i yang di Filipina Selatan dikenal dengan istilah Masaikh,
Makdumin, dan Aulia.
Disebabkan terisolasinya
masyarakat Muslim di Filipina dan tidak aksesnya mereka ke dunia pendidikan
Barat, hal ini berpengaruh terhadap kesejahteraan dan pendidikan. Sensus
penduduk tahun 1980 di wilayah Barat dan sentral Mendanao ditemukan sekitar 65%
yang mampu membaca dan menulis, sedang rata-rata nasional adalah 83%. Income
percapita di dua daerah itu adalah berada di bawah income percapita nasional P
1.111.000 sedangkan di wilayah Barat Mendanao adalah P 1.030.000 dan disentral
Mendanao adalah P 977.900.
2. Pendidikan
Islam Sebagai Lembaga di Filipina
Pelaksanaan pendidikan
Islam diberbagai Negara, tidak bisa dilepaskan dari lembaga pendidikan
informal, nonformal, dan formal. Pendidikan informal, lebih terkonsentrasi pada
hubungan pendidikan dengan peserta didik yang tidak bersifat formal. Lebih
banyak bersifat kontak-kontak person antara pendidik dengan peserta didik.
Pelaksanaan seperti inilah yang dilaksanakan oleh mubaligh awal ketika datang
ke Nusantara, dan selanjutnya pendidikan informal itu dilaksanakan di rumah
tangga – ramah tanga, yakni kontak edukatif antara orang tua dengan anaknya.
Selanjutnya muncul
pendidikan nonformal, seperti pendidikan dirumah-rumah ibadah, pengajian lepas
yang tidak terstruktur, semacam majelis taklim. Selanjutnya muncul pendidikan
formal, yaitu pendidikan yang telah mempunyai lembaga khusus, serta diatur
dengan peraturan-peraturan yang ditaati.Di Filipina, pendidikan formal pada
tingkat dasar dan menengah disebut dengan maktab dan madrasah. Pendidikan
maktab lebih dikhususkan pada pendidikan anak-anak usia 6 sampai 10 tahun. Para
orang tua membawa anak-anak mereka baik laki-laki maupun wanita ke rumah
seorang muslim yang dituakan dan memiliki reputasi dalam bidang bacaan
Al-Qur’an.
Di maktab ini setiap
murid menamatkan bacaan Al-Qur’an sejumlah tiga puluh juz. Tekanan pokok
program pendidikan di maktab adalah membaca Al-Qur’an dan menghafal beberapa
halaman al-Qur’an. Selain dari lembaga pendidikan tersebut, di Filipina juga
muncul lembaga pendidikan pola Barat ketika orang-orang Barat datang ke
Filipina. Sekolah-sekolah Barat ini bersifat sekuler. Sebagai implikasi dari
pemikiran dan budaya yang memisahkan agama di Negara. Keadaan ini bertentangan
dengan doktrin keislaman.
Pada tahun 1950 dua
orang pendakwah dari Universitas Al-Azhar Cairo mesir Tiba di Filipina Selatan.
Mreka membuka sebuah madrasah “Al-Kuliyat Al-Istihadiyah” di malubung, Lanao de
sur. Setelah satu tahun ditutup. Salah seorang pendakwah tersebut Toha Omar
pindah ke Jalo, Sulu dan Menjadi kepala madrasah Islamiyah Sulu yang didirikan
di bawah kepemimpinan Mayor Barley Abu Bakar.
Dengan masuknya
madrasah ke dalam system pendidikan di Filipina maka pemerintah melaksanakan
kegiatan berikut:
a. Memperbaiki
staf pengajar, dan fasilitas lembaga madrasah.
b.
Memperkuat dan
mengembangkan program Islamic studies diberbagai lembaga pendidikan tinggi,
khususnya di Mindanao.
c.
Memperkuat dan
mendirikan program pengajaran dan pembelajaran bahasa
d.
Integrasi antara
madrasah dengan system pendidikan di Filipina dapat dilihat dari dua hal
I.
Sekolah umum boleh
memuat beberapa subjek mata pelajaran non agama sedangkan di madrasah yang
penting dalam kurikulum, yakni :
Angka-angka
Arab agar dapat diperkenalkan di sekolah umum sebagai bagian integral dari
pelajaran matematika.
Sejarah
dan geografi negara-negara Timur Tengah dapat diperkenalkan dalam pelajaran islam
sosial (social studiens).
Bahasa
Arab yang mempunyai arti yang ekuivalen dengan istilah ilmu pengetahuan dapat
diintegrasikan ke dalamsubjek sains.
Akhlak
dan etika Islam dapat dimasukkan ke dalam tingkah laku yang baik atau dintegrasikan
ke dalam semua subjek.
Literatur
tidak hanya dibatasi dengan literature berbahasa Inggris dan Filipina, akan
tetapi seharusnya dimasukkan literature bahasa Arab.
Bahasa
Arab dijadikan bahasa yang subjek regular.
Mata
pelajaran vokasional yang berorientasi local dan Timur Tengah, seharusnya
diprioritaskan untuk diberikan pada mata pelajaran seni praktis.
Selanjutnya
adanya hubungan yang perlu diatur antara madrasah dan sekolah umum dengan
mempertimbangkan :
ü Bahasa
Arab adalah mata pelajaran yang harus bagi pelajar-pelajar muslim di Filipina.
Mereka belajar bahasa Arab pada akhir pecan madrasah.
ü Madrasah
juga mengharuskan kepadanya pelajarnya untuk mengambil mata pelajaran
matematika. Ilmu sosial, sains, bahasa inggris, dan bahasa Filipina.
II.
Berdasarkan observasi
ustadz Hassoubah a respresentative of the world Federation of madaris in the
Philipines, mengatakan bahwa madrasah urang berkualitas, hal ini disebabkan
beberapa factor, yaitu :
Sumber
financial berasal dari uang sekolah, dan bantuan dari masyarakat sangat sedikit
dan tidak tetap.
Guru-guru
bahasa Arab sangat sedikit dan mereka hanya lulus sekolah menengah dari
madrasah-madrasah lokal.
Semua
guru-guru dair berbagai madrasah menerima gaji sangat kecil.
Perpustakaan
dan fasilitas sangat kurang.
Hassoubah
juga memberikan rekomendasi, untuk meningkatkan mutu madrasah, yaitu :
ü Revisi
kurikulum, mata pelajaran – mata pelajaran di sekolah umum semestinya diperkenalkan
juga di madrasah.
ü Akreditas
dan pengakuan tentang madrasah. Sekretaris pendidikan kebudayaan dan olahraga,
semestinya mengatur operasional madrasah di dalam kesesuaiannya.
ü Melaksanakan
training dan up graiding untuk peningkatan skill guru bahasa Arab di madrasah.
ü Memproduksi
materi pengajaran dalam bahasa Arab dan mata pelajaran Islam lewat bantuan pemerintah
dan lembaga-lembaganya.
ü Tamtan
madrasah diperbolehkan memasuki universitas-universitas dan kolej untuk
melanjutkan pendidikan.
Bila
dilihat dari segi perkembangan madrasah sampai saat sekarang, madrasah dapat
diklasifikasikan kepada tiga jenis, yaitu :
I.
Madrasah Diniyah Sabtu
– Minggu
Madrasah ini pada dasarnya ditujukan
untuk anak-anak didik yang bersekolah di sekolah umum. Guna
memperolehpendidikan agama.
II.
Madrasah Diniyah Reguler
Lima Hari Seminggu,Tipe kedua dari madrasah yang ditemukan di Filipina adalah
madrasah Reguler lima hari seminggu (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jum’at).
Di madrasah ini diprogramkan mata pelajarna agama yang bersumber dari kitab-kitab
yang berbahasa Arab.
III.
Kedudukan Madrasah
dalam Sistem Pendidikan Nasional Filipina
Masjid dan madrasah di Filipina adalah lembaga pendidikan Islam yang paling dasar. Oleh karena itu, Al-Qur’an ditulis dengan tulisan Arab maka membaca dan menulis Arab adalah merupakan dasar pengajaran yang paling awal karena itu pula mubaligh mendirikan madrasah untuk menopang upaya dakwah yang dilakukan mereka.
Perkembangan madrasah menjadi madrasah modern adalah sejak selesainya perang dunia dunia. Sejak saat itu madrasah berkembang di Filipina terutama di bagian Selatan, seperti di sulu, Cotabato, Zamboanga, Tawi-Tawi, marawi City, Lanao del Sur, dan lain-lain.
Masjid dan madrasah di Filipina adalah lembaga pendidikan Islam yang paling dasar. Oleh karena itu, Al-Qur’an ditulis dengan tulisan Arab maka membaca dan menulis Arab adalah merupakan dasar pengajaran yang paling awal karena itu pula mubaligh mendirikan madrasah untuk menopang upaya dakwah yang dilakukan mereka.
Perkembangan madrasah menjadi madrasah modern adalah sejak selesainya perang dunia dunia. Sejak saat itu madrasah berkembang di Filipina terutama di bagian Selatan, seperti di sulu, Cotabato, Zamboanga, Tawi-Tawi, marawi City, Lanao del Sur, dan lain-lain.
3. Pendidikan
Tinggi Islam di Filipina
Salah satu peristiwa
yang amat bersejarah dalam bidang pendidikan Islam di Filipina adalah
berdirinya lembaga pendidikan tinggi Islam di Negara ini pada tanggal 22
November 1973. lembaga ini didirikan berdasarkan Keputusan Presiden No. 342.
Tugas utama dari lembaga ini adalah : Pendidikan (pengajaran) riset, dan
pengabdian. Lembaga ini mempersiapkan mahasiswa tingkat perguruan tinggi baik
muslim maupun non muslim untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan berbangsa
dan menumbuhkan semangat yang mendalam tentang saling pengertian antara Muslim
Filipina dengan masyarakat Universitas Filipina lainnya.
Persyaratan untuk
menjadi mahasiswa di Departemen Islamic Studies ini adalah memiliki kompetensi
dalam bahasa Arab. Mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang Arab
disyaratkan untuk mengikuti kursus bahasa Arab dalam tingkat elementary dan intermedia.
Lembaga ini menawarkan pendidikan sampai ke tingkat master, dengan harapan
bahwa alumni dari lembaga tinggi Islam ini betul-betul ahli dan memahami ajarna
Islam, kemanusiaan peradaban Islam untuk diabdikan pada Negara dan masyarakat.
BAB
III
KESIMPILAN
Pemerintah
Singapura memanfaatkan masjid sebagai tempat pendidikan Islam secara nonformal
sekaligus memakmurkan dengan berbagai kegiatan Islami.
Pemerintah
Indonesia melalui Departemen Agama telah mengeluarkan kebijaksanaannya dalam pendidikan,
yaitu dengan SK Menag tentang penyelenggaraan pendidikan agama.
Pendidikan
Islam non formal di Malaysia sangat menjadi perhatian serius pemerintah,
sehingga memberikan anggaran pendidikan lebih besar kea rah sana disbanding
bidang lainnya. Jika Negara Indonesia sejak awal kemerdekaan para pemimpinnya
demikian, tentu pendidikan kita tidak sangat terpuruk.
Sejarah
masuknya Islam di Filipina dapat diperkirakan pada abad ke 13 Masehi.
Dalam
bidang pendidikan, Brunei boleh dikatakan relative tertinggal dari
Negara-negara lain di dunia, karena itu pemerintha Brunei berupaya untuk
mengejar ketertinggalannya itu dengan membangun lembaga-lembaga pendidikan dari
tingkat rendah sampai ke perguruan tinggi.
Kemudian
dilihat secara transparan lembaga pendidikan Islam di Thailand tidak jauh
berbeda dengan system pendidikan yang dimiliki di Indonesia.
[2] H.Abdullah
Ishak, Islam di Nusantara (Khususnya di
Tanah Melayu), (Selangor: al-Rahmaniyah, 1990), hlm.166.
[6] A.H.Jhon,”Islam
in South East Asia, Reflections and the New Directions” dalam Indonesia, CMIP,
No.19,tt., hlm 40.
[7] H.J.
de Graaf, “Shout East Asian Islam to The Eighteenth Century” dalam P.M.
Holt,et.al., The Cambridg History of Islam,
(London: Cambridge University Press, 1970), vol. ii, hlm.175.
[9] Pangean
Arya Carbon, Purwaka Tjaruban
Nagari(Salinan Adja), (Jakarta: Ikatan Karyawan Museum, 1972), hlm.15.
[11] Zamakhsyari
Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta:
LP3ES, 1982),hlm.31.
[18] Ibid., hlm.34-35.
Terimakasih telah membaca Makalah dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara... semoga bermanfaat.
keywords: Makalah dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara, dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara, perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara, Studi Islam Asia Tenggara
Terimakasih telah membaca Makalah dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara... semoga bermanfaat.
keywords: Makalah dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara, dinamika perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara, perkembangan pendidikan Islam di Asia Tenggara, Studi Islam Asia Tenggara
ini dia yg kucari..
ReplyDelete