Makalah Ilmu Gharib Al-Hadits :
Makalah Ilmu Gharib Al-Hadits |
Makalah Ilmu Gharib Al-Hadits :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Memahami hadis sebagai
warisan Nabi saw. haruslah menyeluruh dan universal. Menyeluruh dalam artian
memahami secara benar, sedang universal berarti tidak meninggalkan satu lafazh
pun dalam menelaahnya. Terkait dengan memahami secara menyeluruh dan universal
di era kini akan terbentur dengan pemahaman bahasa yang tentunya berkembang
sebanding dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri.
Hadits mulanya
merupakan bahasa lisan kemudian berubah menjadi bahasa teks setelah terjadi
proses transformasi. Hal ini menjadi pertanyaan besar apakah esensi dari bahasa
yang meliputi rasa dan karsa bisa terwakili dengan bahasa teks yang
pembukuannya pun tidak disaksikan oleh pelaku dan saksi-saksi kejadiannya.
Berangkat dari itu perlu adanya peninjauan hadits secara etimologi sebagai
upaya dalam melestarikan bahasa hadits sehingga tidak asing diterima generasi
yang semakin menjahui zaman Nabi saw.
Peninjauan hadits dari
segi dirayahnya yang lebih spesifik dalam membahas istilah
yang sulit dikenal atau sering disebut ilmu gharib al-hadis.
Dengan adanya pembahasan secara khusus ini diharapkan generasi yang semakin
menjauhi bahasa hadis bisa memahami lebih tepat terhadap arti kosakata hadits
itu sendiri. Sehingga dengan pemahaman yang tepat akan dihasilkan hukum yang
tepat pula.
B. Rumusan masalah
1. Pengertian ilmu gharib
al-Hadits.
2. Cara-Cara menafsirkan
ke-Gharib-an al-Hadits.
3. Perintis Ilmu Gharib
al-Hadits dan Kitab-kitabnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ilmu Gharib
Al-Hadits
Ibnu Shalah
menta’rifkan Ilmu Gharibil-Hadits, ialah Ilmu pengetahuan untuk mengetahui lafadh-lafadh
dalam matan Hadits yang sulit lagi sukar difahamkan, karena jarang sekali digunakannya.
Dengan memperhatikan
ta’rif tersebut, hanyalah kiranya bahwa yang menjadi obyek ilmu Gharibil-Hadits
ialah kata-kata yang musykil dan susunan kalimat yang sukar dipahamkan
maksudnya. Dan nyata pulalah kiranya tujuan yang hendak dicapai oleh ilmu ini,
ialah melarang seseorang menafsirkan secara menduga-duga dan mentaqlidi
pendapat seseorang yang bukan ahlinya.
Imam Ahmad pernah
ditanya oleh seseorang tentang arti suatu lafadh gharib yang terdapat dalam
sebuah matan Hadits, tetapi karena beliau merasa tidak mampu, lalu menjawab,
ujarnya : “Tanyakannlah kepada seseorang yang mempunyai keahlian dalam
bidang Gharibil-Hadits, karena aku tak suka memperkatakan sabda Rasulullah SAW
dengan purbasangka”.
Begitu pula
Al-Ashmu’iy, ketika ditanya oleh seseorang tentang arti Hadits yang berbunyi :
“Tetangga itu berhak untuk didekati". Beliau mengatakan : “Saya
enggan menafsirkan sabda Rasulullah ini tetapi orang-orang Arab menyangka,
bahwa lafadh “Sabqi” itu artinya al-Laqiz ( janbun=dekat).
2. Cara-Cara menafsirkan
ke-Ghariban al-Hadits.
Para Muhadditsin
mengemukakan hal-hal yang dapat digunakan untuk menafsirkan ke-Gharib-an matan
Hadits. Di antara hal-hal yang dipandang baik untuk menafsirkan ke-Gharib-an
Hadits ialah:
a. Hadits yang sanadnya
berlainan dengan hadits yang bermatan gharib tersebut.
b. Penjelasan dari
Sahabat yang meriwayatkan Hadits atau dari Sahabat lain yang tidak
meriwayatkannya.
c. Penjelasan dari rawi
selain sahabat.
Contohnya :
Mikhnaf bin Sulaim menyatakan
bahwa ia pernah menyaksikan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada
hari Arafah, beliau bersabda (yang artinya) : “ Bagi setiap keluarga wajib
untuk menyembelih ‘Atirah”. Berkata Abu Ubaid dalam
"Gharibul Hadits" (1/195) : "’Atirah adalah
sembelihan di bulan Rajab yang orang-orang jahiliyah mendekatkan diri kepada
Allah dengannya, kemudian datang Islam dan kebiasaan itu dibiarkan hingga
dihapus setelahnya (setiap tahun). Tahukah kalian apa itu ‘atirah ? Inilah yang
biasa dikatakan orang dengan nama Rajabiyah”. [Diriwayatkan
Ahmad (4/215), Ibnu Majah (3125) Abu Daud (2788) Al-Baghawi (1128), At-Tirmidzi
(1518), An-Nasa'i (7/167) dan dalam sanadnya ada rawi be7rnama Abu Ramlah, dia
majhul (tidak dikenal). Hadits ini memiliki jalan lain yang diriwayatkan Ahmad
(5/76) namun sanadnya lemah. Tirmidzi menghasankannya dalam
"Sunannya" dan dikuatkan Al-Hafidzh dalam Fathul Bari (10/4), Lihat
Al-Ishabah (9/151)].
3. Perintis Ilmu Gharib
al-Hadits dan Kitab-kitabnya.
Kebanyakan para Muhadditsin
menganggap bahwa perintis Ilmu Gharibil-Hadits itu adalah Abu Ubaidah Ma’mar
bin Mutsanna at-Taimy salah seorang Ulama Hadits yang berasal dari kota Basrah.
Beliau Meninggal pada tahun 210 H. Sebagian Ulama Hadits yang lain berpendapat
bahwa promotor ilmu tersebut ialah Abu Hasan an Nadir bin Syamil Al-Maziny,
seorang ulama ilmu Nahwu, yang meninggal pada tahun 204 H. ia adalah seorang
guru dari imam Ishaq bin Rahawaih, guru imam Bukhary itu.
Ilmu yang telah
dirintis oleh kedua ulama tersebut disempurnakan dan dikembangkan oleh
ulama-ulama kemudian, hingga melahirkan beberapa kitab gharibil-Hadits yang
sangat berguna dalam memahami Al-Hadits. Kitab-kitab itu antara lain :
1. Gharibil Hadits oleh
Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (157-224 H). Tidak sedikit para ahli ilmu yang
memuji kitab itu sebagai kitab yang kaya akan faidah dan berharga.
2. Al-Faiqu fi
Gharibil-Hadits, karya Abu Qasim Jarullah Mahmud bin Umar Az-Zumakhsyary
(468-538) Kitab yang mencangkup seluruh ilmu Gharibil Hadits yang telah ditulis
oleh ulama-ulama yang mendahuluinnya itu telah dicetak berulang kali di
Hayderabab dan Mesir.
3. An-Nihayah fi
Gharibil-Hadits wal-Atsar, karya Imam Majdudin Abis- Sa’adat Al-Mubarak bin
Muhammad ( Ibnu’I Atsir ) Al-Jazary (544-606 H). Buku ini merupakan buah
daripada hasil-karya ulama-ulama sebelumnya yang diperbaiki susunannya menurut
alfabetis dari lafadh-lafadh yang gharib. Hadits-Hadits yang ada hubungannya
denagn hadits yang Gharib itu dikemukakan pula serta ditafsirkankanlah kalimat
demi kalimat hingga hilang keGharibannya. Kitab yang terdiri dari 4 jilid itu
dicetak berulang kali diMesir. Pada cetakan yang terakhir, ia dijadikan 5 jilid
dengan diberi tahqiq ( interpensi ringkas ) oleh kedua ulama besar, Tharir
Ahmad Az-Zawy dan Mahmud Muhammad At-Thanahy dan dicetak oleh Daru
Ihya’l-kutubi’l Arabiyah (Mesir) pada tahun 1383 H = 1963 M.
4. Kemudian disusul oleh
Abu Hafsh umar bin Muhammad bin Raja’I Al-Ukbury ( 380-458H). Ia adalah salah
seorang guru Abu Yahya Muhammad bin Al-Husain Al-Farra Al-Hanbaly dan salah
seorang murid dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal.
Terimakasih telah membaca Makalah Ilmu Gharib Al-Hadits semoga bermanfaat.
keywords: Makalah Ilmu Gharib Al-Hadits, Ilmu Gharib Al-Hadits, Gharib Al-Hadits, Studi Islam Asia Tenggara
thanks sharing makalahny...
ReplyDeleteWiiihhh dapet ilmu lagi nih ... (y)
ReplyDelete